“Aku cinta tapi gengsi, aku rindu ingin
bertemu kamu.”
Sepenggal lirik
syahrini yang emang kesindir banget. HAHAHA
Sebenernya sih nggak
masalah sama lagunya, hanya saja sedikit liriknya mengingatkan ku kembali pada
masa itu. Masa bahagia tepatnya.
Kalau boleh flashback
dikit ternyata memang aku seperti lagu yang dinyanyikan oleh Syahrini deh..
Kenapa? Karena dari
dulu ini rasa gengsi terlalu besar untuk ditaklukannya.
Iya iya, cara kerja
cinta yang terlanjur mendarah daging dengan sekejap bisa berganti menjadi rasa
gengsi yang besar dan sulit untuk diturunkan..
Mungkin, karena dari
dulu aku berpikiran “aku perempuan.”
Makanya untuk mengucap kata rindu pun pada sesosok makhluk itu lidahku pun
terasa kelu bahkan sangat kelu.
Padahal hati sudah
menggebu-gebu untuk mengucapakan sepatah kata itu..
Aku memang telah di
didik menjadi orang yang “keras”.
Keras dalam mendapatkan hidup dan keras
untuk menjalani hidup.
Tak pernah ada ajaran
yang mengajarkanku untuk bergengsi kepada siapapun, bahkan kepada mereka yang
sering ku sapa sahabatpun aku masih mampu menurunkan gengsiku hanya demi
kebahagiaan kami. Dan aku pun tak pernah menyesal karena hal itu.
Tapi entah mengapa
untuk sebuah hal yang ku sebut cinta, semua terasa tak dapat terucap dari mulut
ini, terasa kaku bahkan aku hanya bisa berdiam diri seperti patung kala hal itu
menyergap dan merasuki pikiran dan perasaanku ini.
Beginikah cara “cinta”
itu bekerja?
Tapi mengapa harus
bersama sosok orang yang ku sayangi?
Bukankah, akan lebih
indah jika menyayangi seseorang itu yang kemudian membuat cerita indah dengan
penuh kasih sayang tanpa adanya rasa gengsi?
Kenapa sesulit itu
menurunkan gengsi hanya untuk berkata “aku merindukanmu, aku membutuhkanmu, aku
mencintaimu, dan bahkan aku menyayangimu.”
Mungkin, bukan hanya
pada sosoknya saja aku seperti ini, terkadang aku pun selalu merasakan gengsi
ini timbul teruntuk mereka yang ku sebut keluarga.
Kapan aku pernah
mencium tangan kedua orangtuaku kala aku bepergian?
Kapan aku mengucapkan
salam ketika aku pergi atau ketika aku tiba dirumah?
Kapan aku pernah
berucap “selamat ulang tahun mah, atau selamat ulang tahun pah.” Sambil berurai
air mata?
Kapan aku pernah
berucap “selamat hari ibu, semoga tetap menjadi ibu yang baik bagiku dan bagi
victor dan melan” secara langsung?
Kapan aku pernah berucap
“aku menyayangi kalian, wahai kedua orangtuaku” dengan wajah ketulusan?
Selama ini saja aku
hanya bisa memendamnya dan terus memendamnya.
Entah kapan semua ini
akan bisa aku ungkapkan semua perasaan sayang ini?
Inilah sebabnya mengapa
aku masih memiliki rasa gengsi yang sungguh tinggi pada siapapun termasuk “KAMU”.
Iya, kamu sang
motivatorku selama ini..
Dan sungguh aku bangga
pada mereka yang bisa membuat aku berhasil untuk menurunkan rasa gengsi ini,
bahkan dia orang yang pernah hadir dan bertahun-tahun pun masih belum bisa
menghilangkannya.
Bahkan dia pun cinta
pertamaku yang masih ada dalam diriku selama bertahun-tahun lamanya masih sulit
membuat aku meredam rasa gengsi ini.
Oh, Tuhan..
Tapi mengapa diA?
Dia yang hanya singgah
dihati ini beberapa saat saja mampu meluluhkan hatiku, dan bahkan mampu membuat
aku berubah dari aku yang sesungguhnya?
Dia yang mengajari
banyak hal hidup itu. Kenapa mesti dia?
Lalu setelah dia banyak
mengajari hal itu, dia pergi kembali mencari pecahan hati yang lain tanpa
merapikan bahkan menyusun kembali hati ini seperti semula?
Tapi, setidaknya saat
ini aku telah MAMPU berkata jujur padamu.
Aku telah mengatakan
semua hal dibalik gengsi tinggi ini.
Aku telah menurunkan
segala gengsi ini hanya untuk membuktikan satu hal.
Satu hal aku
mencintaimu. Hanya dan hanya itu..
Aku mampu mengatakan
semua itu karena kamu memang layak untuk merasakan dan mengetahui hal ini.
Kenyamanan ini yang dapat aku rasakan kala bersamamu. Terimakasih dan maaf
untuk semua hal ini..
Namun, jika suatu saat nanti
aku telah nyaman bercerita dan menurunkan setiap gengsiku padamu.
Ketahuilah dua
kemungkinan itu yang akan terjadi padaku.
Entah aku yang telah
berubah untukmu.
Atau mungkin,
perasaanku telah mati untukmu..
Sebuah pernyataan yang
sempat ku perbincangkan pada Tuhan, namun belum sempat ku ucap padamu karena
ketiadaan waktu kita hingga saat ini.
Aku yang mencintaimu dengan caraku.
Terimakasih Kamu... J
11
Juni 2013, 23.29 [at] ruang kerja rumah..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar